Arya Sinulingga: Hanura lebih kuat di daerah dibanding di pusat. Apa karena itu Hanura bisa lolos?
Wiranto
: Iya betul. Walaupun DPR pusat kami nomor sembilan.Tapi untuk DPRD
kami nomor lima. Hampir seribu, itu yang memudahkan kami untuk bergerak.
Arya
Sinulingga: Anda mengajak partai-partai yang tidak lolos untuk ikut
Hanura. Tapi, apa mereka bisa mengikuti platfrom Hanura?
Wiranto:
Ya mau tidak mau ya harus mengikuti. Karena memang konsep kami
membangun Hanura memang berdasarkan dari satu keinginan agar para calon
pemimpin dididik partai politik. Partai politik yang memiliki otoritas
mendidik calon pemimpin sesuai dengan konstitusi kita. Mereka sudah kita
biasakan untuk menggunakan hati nurani jangan sampai terjebak kepada
adidium di partai politik bahwa partai politik itu kotor, bahwa di
wilayah politik itu menghalalkan semua cara. Kalau ini terus kita
biarkan, ya sama saja kita mendidik calon pemimpin dengan cara-cara yang
kotor.
Arya Sinulingga: Bagaimana sikap Hanura dengan RUU Kamnas? Kabarnya Hanura lagi menunggu jawaban anda.
Wiranto
: Begini sebenarnya RUU Kamnas itu memang perlu ya. Negara tanpa
undang-undang keamanan nasional itu sama saja kita membiarkan negeri
kita telanjang tanpa suatu upaya-upaya untuk menggamankan situasi negri
ini yang merupakan persyarataan untuk kita bisa membangun. Sebab tidak
mungkin kita membangun tanpa keadaan yang aman. Tidak mungkin kita
membangun negara dalam keadaan yang tidak kondusif.
Maka mesti
kita masuk ke wilayah yang aman itu. Nah ini butuh undang-undang itu.
Hanya saja undang-undang itu jangan hanya kemudian memberangus demokrasi
yang sedang berjalan. Jangan sampai undang-undang itu kita buat
bertabrakan dengan demokrasi yang sedang kita bangun. Kami bermain di
situ jadi kami hanya mencermati beberapa pasal-pasal dari undang-undang
Kamnas yang kami anggap harus ada suatu modifikasi sehingga tidak
bertabrakan dengan proses demokrasi yang sedang kita bangun.
Arya
Sinulingga: Soal demokrasi, dulu ketika presiden Soeharto akan turun,
ada sebuah surat yang sama seperti Supersemar. Sepucuk surat untuk
mengambil kekuasaan. Kenapa anda tidak mengambil kesempatan itu?
Wiranto
: Sebenarnya begini, itu kan intruksi presiden. Kepanjangan dari Tap
MPR nomor 5 bahwa presiden dalam keadaan krisis di negeri ini berhak
untuk melakukan langkah-langkah khusus. Maka beliau menerbitkan surat
perintah itu. Intinya memberikan kekuasaan kepada saya untuk melakukan
kebijakan tingkat nasional apapun yang diperlukan dan membantu apa yang
saya lakukan. Dan saya sebagai panglima komando operasi keselamatan
negara waktu itu.
Artinya apa, dengan surat itu kita memang bisa
menggumumkan darurat militer di wilayah internasional, kemudian
mendirikan pemerintahaan sementara. Kemudian baru dipercepat seperti
yang dilakukan di Thailand. Tetapi waktu itu, pertimbangannya begini.
Apa manfaatnya kalau kita lakukan itu? Setelah kita kaji, maka ternyata
manfaatnya kecil. Kita akan mendapatkan reaksi yang luar biasa. Baik
internal domestik maupun internasional. Akan memberikan cap Indonesia
masuk ke rezim militer. Biasanya rezim militer tidak diterima dalam
komunitas internasional. Akan ada suatu embargo ekonomi. Padahal dalam
negeri sendiri saya melanjutkan pemerintahaan yang sedang jatuh dengan
sepucuk surat dari presiden yang baru di jatuhkan. Berarti akan ada
anggapan bahwa saya melanjutkan pemerintahan yang lama.
Arya Sinulingga : Legitimasinya kurang?
Wiranto
: Pasti akan berhadapan, berlawanan dengan rakyat. Tidak pernah ada
seorang pemimpin yang melawan rakyat. Itu kan yang terjadi di domestik
apalagi keadaan ekonomi sedang terpuruk waktu itu kan. Kita butuh
bantuan internasional.
Pada saat internasional tidak membantu
yang terjadi di Indonesia seperti apa. Belum lagi korban, mahasiswa akan
bertambah. Karena itu saya putuskan bahwa pada saat saya kembali ke
markas ya staf saya bertanya apa saya akan ambil alih, saya katakan
tidak, mari kita antarkan sesuai konstitusi yang ada.
Arya
Sinulingga: Sebagai aktivis, waktu itu kami kaget Prabowo tiba-tiba
press confrence. Kami semua kebingungan. Ada rahasia sejarah yang sampai
hari ini masyarakat tidak tahu bagaimana bisa Prabowo tertinggal di
sini, sementara anda pergi ke Jawa Timur pada saat itu. Bagaimana bisa
terjadi?
Wiranto : Pak Prabowo ikut.
Arya Sinulingga : Ikut?
Wiranto
: Tetapi begini ya, saya jelaskan supaya jelas kepada masyarakat.
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) itu
tidak punya kewenangan komando walaupun namanya panglima cadangan
strategis. Tugasnya hanya membina, pasukan pemukul cepat, strategis
sebagai cadangan. ABRI waktu itu yang menggerakan hanya atas komando
panglima ABRI.
Jadi kalau Panglima Kostrad menggerakan pasukan
atas perintah dia, tidak akan dituruti oleh pasukan. Karena yang diikuti
hanya pangglima ABRI. Panglima Kostrad adalah sebagai satu komando
pembina dari unit-unit yang nanti akan diserahkan kepada panglima. Jadi
jangan sampai disalah artikan bahwa seorang Panglima Kostrad bisa
berbuat apa saja dengan pasukan.
Arya Sinulingga: Kenapa Prabowo di pecat oleh militer pada waktu itu? Apa latarbelakangnya?
Wiranto : Itu bukan karena permasalahan pasukan. Kelanjutan dari masaah penculikan.
Arya Sinulingga : Apa memang terbukti Prabowo melakukan penculikan?
Wiranto : Ya, kalau tidak ada tentunya tidak dipecat.
Arya Sinulingga : Kenapa tidak ditangkap atau dipenjara, kalau memang terbukti?
Wiranto
: Prosesnya kan ada. Kalau saya jelaskan satu jam tidak cukup. Karena
ada satu pemilahan antara misscontrol dari seorang panglima. Satu lagi
over reaksi dari suatu perintah. Semua ada prosedurnya. Dewan kehormatan
kemudian memeriksa, kemudian memberikan suatu kesimpulan dan memberikan
rekomendasi.
Arya Sinulingga : Apakah karena mantu dari Soeharto dia tidak dipenjara?
Wiranto
: Oh tidak, justru waktu itu Pak Harto sendiri dan Pak Habibie
menyerahkan kepada ABRI. Saya juga tidak mengambil keputusan pribadi.
Tapi saya terakhir berikan pada Dewan Kehormatan Perwira yang terdiri
dari banyak perwira bintang empat dan bintang tiga.
Arya Sinulingga : Dengan tindakan itu, sebenarnya seharusnya di penjara atau tidak?
Wiranto : Ya kenyataanya memang Dewan Kehormatan Perwira menyarankan supaya ada pemberhentian dari dinas militer.
Arya Sinulingga : Padahal kasusnya sangat berat. Penculikan itu kan menghilangkan orang?
Wiranto : Orangnya kan ada. Dibebaskan semua.
Arya Sinulingga : Sejarah ini penting diketahui oleh generasi muda. Ini kenapa kita tanya kepada sumber utamanya, yaitu anda.
Wiranto
: Prabowo itu karena masalah penculikan kemudian diberhentikan dari
milter. Kemudian anak buahnya yang melaksanakan proses penculikan itu
diberikan hukuman sesuai dengan tingkatan keterlibatan mereka.
Arya Sinulingga : Saya pernah lihat foto anda saat sedang berbicara ada Pak SBY di belakangnya.
Wiranto
: Dia kepala staff Sospol waktu itu. Saat saya menyatakan menggundurkan
diri dari proses pencalonan presiden dan wakil presiden, saya memilih
untuk mengamankan proses daripada masuk proses.
Arya
Sinulingga : SBY kader anda di militer, bagaimana anda melihat
kepemimpinan SBY. Seperti yang kita ketahui banyak kejadian beberapa
waktu lalu. KPK melawan polisi. Lalu ada menteri yang satu dengan
menteri lain ribut. Ini masalah kepemimpinan. Apa ini ciri leadership
militer?
Wiranto : Begini, militer ini merupakan sebuah
intitusi yang punya ciri khas. Tetapi tidak semua militer seragam di
dalam berfikir dalam melakukan langkah-langkah yang di sebut leadership.
Maka dalam militer pun di bagi-bagi. Seperti saya saat masuk akademi
militer, itu psikotes pertama adalah pantas tidak seorang ini menjadi
seorang militer. Lalu, tiga tahun kita masuk akademi militer.
Setelah
hampir lulus, kita di psikotes lagi dia masuk golongan manusia penempur
atau bukan. Fighter or not fighter. Yang bukan fighter masuklah bagian
perlengkapan, bagian kesehatan, yang tempur dia masuk ke infantri,
kavaleri. Lalu kita bertugas masuk skuad hampir lulus di tes lagi,
psikotes lagi. Jadi seorang stafer atau commander untuk persiapan nanti
ke panglima atau ke staf.
Dengan demikian di militer pun sudah sadar
bahwa tidak semua anggota militer mempunyai suatu karakter yang sama.
Sehingga kemudian di situlah ada psikotes kemudian di arahkan. Tetapi di
sipil kan tidak ada.
Arya Sinulingga : Untuk SBY sendiri bagaimana?
Wiranto
: Ya, saya sendiri tidak punya hak. Tidak punya referensi beliau bagian
mana ini. Tapi, karakter seorang komandan itu macam-macam, karakter
pemimpin juga macam-macam. Ada yang cepat menggambil keputusan tanpa
berfikir belakangan. Ada yang berfikir lambat, lama menggambil
keputusan. Bahkan ada yang tidak menggambil keputusan karena takut ada
resiko. Kita tinggal pilih aja masuk kategori mana?
Arya Sinulingga : Seringkali banyak energi terbuang karena berbagai pertentangan di negeri ini. Itu bagaimana?
Wiranto
: Yang saya ketahui, karena saya pernah mendampingi tiga presiden.
Presiden Soeharto, Habibie sepanjang karier beliau sebagai presiden
saya mendampingi terus menerus, kemudian presiden Abdurrahman Wahid saya
mendampigni beliau. Paling tidak saya punya referensi bagaimana
pemimpin yang pas untuk memimpin untuk negara yang sedemikian luas,
besar, dan banyak penduduknya.
Saya melihat Presiden itu kurang
lebih dari antara lima hingga delapan keputusan, everyday, setiap hari.
Kalau dia menunda satu hari dua keputusan, besok sudah akan bertambah.
Menunda lagi besok akan bertambah lagi. Dan keputusan-keputusan yang di
ambil dalam keadaan terlambat. Sayangnya tidak pernah ada di Indonesia
ini kursus presiden. Tidak pernah ada sekolah jadi presiden. Ini yang
saya pertanyakan, bagaimana ini? Calon presiden sudah cukup banyak kan,
apa tidak kursus dulu supaya tidak kaget terpilih menjadi presiden.
Arya Sinulingga : Jadi apa SBY kaget juga saat jadi presiden?
Wiranto : Hahahaha tanya sendiri.
Arya: Sebagai calon presiden, menurut anda apa kekurangan Presiden saat ini? Apa yang perlu dibenahi?
Wiranto: Sangat subyektif jika saya membicarakan kelemahan seorang kepala negara.
Yang
bisa saya katakan negara ini dalam kompetisi global memerlukan sutu
keputusan-keputusan yang cepat untuk kita tidak ketinggalan dengan
dinamika global yang sangat cepat. Sebab, ketika kita terlambat
mengambil keputusan, kita kehilangan peluang-peluang kompetisi global.
Cukup
banyak keputusan-keputusan yang bisa lebih cepat. Misalnya seperti
beberapa kasus-kasus korupsi yang saat ini merebak ya, harusnya cepat
diputuskan walaupun dalam tanda kutip, presiden mencampuri urusan-urusan
badan-badan lain.
Arya Sinulingga: Selain itu, masalah apa yang juga harus ada campur tangan Presiden?
Wiranto:
Misalnya saja keputusan tentang masalah PSSI, ini saya juga agak gemas.
Satu cabang olahraga yang digemari seluruh rakyat Indonesia yang
kemudian ada duel kepengurusan. Ada duel penyelenggara kompetisi yang
masing-masing tidak mau mengalah. Kemudian membuat masyarakat menjadi
gemas. Dan celakanya lagi membuat olahraga nasional kita sangat
terpuruk.
Ini berarti kan bukan permasalahan organisasi. Sudah
masalah bangsa Indonesia. Nah, bagaimana pemerintah kenapa tidak cepat.
Kenapa tidak ada langkah cepat. Pak Agung Laksono kan jadi suatu tim
peyelamat, tapi ya dibenarkan kok mengambil langkah yang cukup kuat. Ini
kan contoh.
Arya Sinulingga : Anda akan kembali maju sebagai calon presiden di 2014 yang ketiga kalinya. Apa tidak bosan nih jadi capres?
Wiranto
: Perjuangan tak kenal bosan ya. Kalau saya mencalonkan diri lagi ini
bukan masalah bosan atau tidak bosan. Tetapi, ada perjuangan yang belum
selesai. Jadi, kalau saya sudah mencalonkan diri dua kali tidak berhasil
kemudian saya males atau trauma. Perjuangan saya untuk menjadi presiden
saja padahal tidak. Tidak hanya semata-mata jadi presiden tapi ingin
menjadi bagian dari negeri ini untuk bisa berubah.
Arya
Sinulingga : Sebenarnya anda dulu salah atau tidak memilih Golkar
sebagai basis?. Sebab Golkar dulu sangat terpuruk di masyarakat.
Jangan-jangan itu faktor anda kalah?
Wiranto : Ya, bisa
saja seperti itu ya. Tetapi kan faktor-faktor kekalahan bisa dari yang
lain. Bisa dari masalah partainya, bisa dari publiknya, bisa dari
masalah penyelenggaran yang tidak fair. Macam-macam lah. Tetapi saya
tidak akan menyalahkan siapapun. Yang pasti kekalahan bagi saya
merupakan suatu pembelajaran supaya kedepannya saya bisa lebih
berhitung, lebih berhati-hati untuk melaksanakan atau berkompetisi di
2014.
Arya : Apa evaluasi anda terhadap kekalahan dulu?
Wiranto
: Begini, masyarakat Indonesia itu secara politis masih belum diberikan
pembelajaran. Itu kan tugasnya partai politik ya sebenarnya. Memberikan
pembelajaran politik supaya saat pemilu masyarakat tidak salah memilih
pemimpin yang punya kompetensi. Kalau kita tidak punya pemahaman untuk
memilih pemimpin yang punya kekutan, punya kompetensi, punya kualitas
ini kan yang rugi negara juga yang rugi masyarakat.
Masalahnya
adalah, sekarang kita kan masuk pemilihan langsung, tatkala masyarakat
kita secara ekonomis masih banyak yang miskin, sehingga tawaran-tawaran
dalam tanda kutip money politic.
Arya : Itu selalu terjadi ?
Wiranto
: Ya, itu selalu terjadi. Maka itu kita perlu batasi dan inilah tugas
dari KPU, Panwaslu, sekarang ada lagi badan kehormatan penyelenggara
pemilu. Ini yang harus membumi untuk mencegah berkembangnya
praktek-praktek itu. Ini yang membuat kompetisi itu tidak fair. Output
dari dua pemilu itu tidak berkualitas.
Arya : Sekarang
kan pemilu agak berbeda dengan sebelumnya, sekarang incumbent tidak ada
lagi. Artinya apakah ini ada peluang pemilu kali ini lebih fair?
Wiranto
: Ya saya berharap begitu. Sekarang ditambah lagi kecuali KPU dan
Panwaslu, ada badan kehormatan. Mudah-mudahan ada satu kontrol yang
lebih ketat dalam penyelenggaraan pemilu sehingga masuk ke koridor yang
benar. Walaupun tetap mesti diuji ya. Baru di Indonesia punya badan
independent pemilu sampai tiga. Di negara lain enggak ada. Apakah ini
suatu kelebihan atau kelemahan mari kita coba koreksi.
* Dikutip dari
Okezone.com Jumat 18 Januari 2013