Pada sidang
Paripurna hari Jumat tanggal 31 Maret 2014 dengan agenda pembahasan kenaikan
harga BBM, Hanura memutuskan untuk tidak terlibat dalam pengambilan keputusan
dan meninggalkan ruangan sidang atau Walk
Out. Keputusan ini terpaksa diambil semata-mata untuk menunjukkan
konsistensi Partai Hanura dalam membela aspirasi rakyat untuk menolak rencana
pemerintah untuk menaikkan harga BBM pada tanggal 1 April 2012. Berikut alasan
mengapa Fraksi Partai Hanura mengambil keputusan tersebut, guna memperjelas
aksi Partai Hanura.
Pertama, Hanura menyadari sepenuhnya bahwa
tugas atau misi utama dalam sidang paripurna tersebut adalah memperjuangkan PENOLAKAN
KENAIKAN HARGA BBM. Pada saat semua fraksi setuju akan keberadaan pasal 7
ayat 6 UU no. 22 Tahun 2011, yang intinya tidak
ada kenaikan harga BBM pada tahun 2012, sesungguhnya sudah tercapai
kesepakatan untuk MENOLAK KENAIKAN HARGA BBM. Artinya misi utama Fraksi Partai
Hanura untuk menolak kenaikan harga BBM sudah tercapai. Jika terjadi pembahasan
PENAMBAHAN ayat, itu sudah keluar dari substansi pokok pembahasan MENERIMA atau
MENOLAK, sehingga Hanura berpendapat hal ini merupakan suatu penyimpangan yang
sangat serius.
Kedua, perjalanan Sidang Paripurna sudah
banyak mengalami kejanggalan dan kontraversi pelanggaran tata tertib persidangan.
Dari molornya waktu sidang, ketidakkonsistenan dan keberpihakan pimpinan sidang, ketidakteraturannya mekanisme lobi antar fraksi, ketidakjelasan jadwal
dan jangka waktu pembahasan, dan lainnya. Hal ini merupakan wujud penyimpangan
terhadap tata tertib persidangan yang berlaku di DPR RI, yang dinilai akan
menghasilkan keputusan yang cacat hukum. Sehingga Fraksi Partai Hanura, yang
selalu menjunjung tinggi supremasi hukum, tidak ingin ikut ambil bagian dan bertanggungjawab
dalam pengambilan keputusan yang cacat hukum.
Ketiga, penyisipan ayat 6A pada Pasal 7 UU
no. 22 Tahun 2011, dinilai sangat bertentangan dengan apa yang tertera pada
Pasal 7 Ayat 6 yang sudah disetujui seluruh fraksi, yang jelas-jelas menyatakan
bahwa harga eceran BBM tidak mengalami kenaikan. Penyisipan ayat ini merupakan
bentuk keputusan yang tidak konsisten dan berpotensi melanggar hukum, karena
ayat 6 dan ayat 6A sangat bertolak belakang. Selain itu, pasal ini akan
mengalami kesulitan dalam penerapannya karena berpotensi mengalami interpretasi
yang berbeda-beda dan cenderung sangat kontraversial, serta menyimpan
permasalahan yang lebih panjang.
Keempat, penambahan ayat 6A yang pada
prinsipnya menentukan harga BBM berdasarkan besaran kenaikan harga PASAR sangat
bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945; yang menyatakan bahwa Negara seharusnya
menguasai penuh mekanisme penentuan harga BBM. Contoh kongkrit pelanggaran yang
sama adalah dicabutnya pasal 28 ayat 2 UU Tahun 2001 tentang Migas oleh MK pada
tahun 2004. Penyerahan harga BBM kepada mekanisme persaingan atau pasar
jelas-jelas melanggar UUD 1945. Ayat 6A menyerahkan wewenang pada pemerintah
untuk bergantung pada pergolakan harga pasar. Dalam hal ini, Hanura bersepakat
untuk menolak upaya mengesahkan RUU yang bertentangan dengan UUD 1945.
Kelima, kesempatan Partai Hanura dalam
memperjuangkan aspirasi rakyat menolak kenaikan harga BBM dalam sidang
Paripurna pada saat itu dirasa sudah sangat maksimal. Melalui pertimbangan yang
matang, Hanura memutuskan untuk melanjutkan perjuangan aspirasi ini pada jalur
konstitusinal berikutnya yang tersedia, yaitu uji material oleh Mahkamah
Konstitusi terhadap ayat 6A. Hasil dari uji material inilah yang diharapkan
akan berpihak kepada tujuan Fraksi Partai Hanura dan kepada kepentingan rakyat
Indonesia.
Dengan
penjelasan ini, diharapkan masyarakat dapat mengerti posisi dan sikap yang
diambil oleh Fraksi Partai Hanura di DPR RI. Kalah menang dalam suatu
perjuangan adalah hal yang wajar, namun Hanura menjunjung tinggi sikap untuk
tetap pada jalur konstitusional. Hanura konsisten akan memperjuangkan untuk TIDAK
DINAIKKANNYA harga BBM, dengan alasan bahwa masih banyak alternatif yang masih
bisa diambil pemerintah untuk mengatasi lonjakan harga minyak dunia. Diantara
pilihan yang tersedia, antara lain; renegosiasi kontrak, penghematan belanja negara,
serta efisiensi pengelolaan produksi MIGAS nasional. Keputusan untuk menaikkan
harga BBM selayaknya menjadi pilihan
terakhir setelah berbagai macam alternatif kebijakan sudah dijalankan.
Sebagai
penutup, Hanura akan tetap konsisten memperjuangkan aspirasi rakyat dengan
mengandalkan kekuatan Hati Nurani. Khusus untuk isu kenaikan harga BBM, Partai
Hanura beranggapan bahwa saat ini rakyat tidak boleh dibebani biaya hidup yang
lebih tinggi lagi, hanya karena kesalahan pemerintah dalam mengelola sector
MIGAS. Hanura tak kan khianat, hidup
mati bersama rakyat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar