Apakah ada upaya pendekatan
yang dilakukan oleh partai demokrat terhadap Hanura?
Pendekatan langsung kepada saya tidak ada, kalau pendekatan antar
fraksi mungkin ada namun sebenarnya untuk kepentingan RUU Pemilu. Pasca
Paripurna tentang BBM sampai saat ini, saya belum mendengar atau belum ada
laporan yang secara spesifik berkaitan dengan pendekatan-pendekatan semacam
itu.
Apakah tidak ada
laporan mengenai keberadaan sebuah draft kesepahaman atau kesepakatan apapun
itu bentuknya?
Pada saat mau memutuskan RUU Pemilu itu, memang ada
pertemuan-pertemuan atau kesepakatan-kesepakatan bersama tapi bersifat TAKTIS
dan untuk kepentingan saat itu. Namun bukan kemudian mengarah pada suatu
koalisi permanen, dan sifatnya fraksi-to-fraksi bukan partai-to-partai
Kalau bicara koalisi
jangka panjangnya, Pak Wiranto sendiri berminat atau tidak?
Saya kira memang berbeda antara koalisi permanen bukan
seperti itu bentuknya, karena Partai hanura sudah mempunyai partner dalam
rangka koalisi permanen…dengan rakyat itu. Sehingga pemahaman koalisi dan
oposisi bagi Partai Hanura adalah kami tidak mungkin secara permanen beroposisi
dan berkoalisi dengan institusi atau dengan satu lembaga. Yang kami arahkan
adalah kami bisa berkoalisi dan beroposisi dengan satu kebijakan dari institusi
itu. Pada saat kebijakan itu pro-rakyat, tidak ada alasan kami untuk beroposisi,
kami mendukung sepenuhnya, barisan paling depan. Namun jika kebijakan itu
ternyata merugikan rakyat, jelas untuk beroposisi.
Untuk sekelas Pak
Wiranto ya tentunya kalau pun ada pendekatan-pendekatan tertentu seharusnya
lewat Pak SBY? Apakah begitu ekspektasinya?
Sudah pasti. Sehingga lebih jelas
Ketika
kepentingan-kepentingan itu bersatu dengan partai koalisi, apakah sebelumnya
sudah ada pembakuan dengan adanya draft tertulis yang ditandatangani seperti
itu?
Ada pembakuan atau tidak, sebenarnya secara substansial kita
sudah mengarah kesana. Banyak kebijakan pemerintah yang tentunya melalui
mekanisme pengambilan keputusan di DPR, Kami dari Partai Hanura lewat fraksi
kami juga mendukung. Misalnya saja, undang-undang kedokteran, undang-undang
pendidikan tinggi, dan kemarin undang-undang tentang masalah mengatasi
kerusuhan social, kami langsung setuju dan mendukung. Artinya, kami tetap
konsisten bahwa pada saat
Bagaimana tanggapan
Pak Wiranto mengenai hiruk pikuk keberadaan Setgab akhir-akhir ini?
Dari awal saya merasa bahwa ini ibarat sebuah tanaman.
Koalisi lewat model Setgab itu adalah tanaman, dan sekarang lagi menuai buahnya.
Sebab saya bayangkan dari awal, kalau Hanura masuk Setgab, Gerindra masuk, PDIP
mungkin masuk Setgab, lalu bagaimana bentuk demokrasi kita? Check and balance
antara legeslatif dan eksekutif pasti akan menjadi kacau. Oleh karena itu kita
harus bersyukur bahwa Hanura, Gerindra, dan PDIP tidak dalam kerangka Setgab
itu. Tetapi kalau tawaran itu diberikan pada Hanura untuk masuk kedalam
koalisi, entah sebagai pengganti PKS atau untuk memperkuat keberadaan Setgab
itu sendiri, PASTI KAMI AKAN MENOLAK. Karena kami tidak mungkin hanya
mendapatkan jatah satu atau dua menteri tetapi menjual idealism kami. Idealisme
kami terjual dengan hanya katakanlah mendapatkan jabatan itu. Hanura bukan kami
bangun untuk mendapatkan jatah menteri. Kita memiliki perjuangan yang lebih
jauh dan lebih baik yang harus kami capai.
Apa bentuk draft
kerjasama yang ditandatangani?
Saya tidak melihat langsung hanya dilapori saja. Saya kira
itu merupakan kebersamaan Taktis dan bukan bersifat Strategis. Strategis itu
biasanya jangka panjang dan lebih menyeluruh. Ini hanya menyangkut kasus per
kasus. Satu kasus ini, kebersamaannya bagaimana. Soal kemudian nantinya membela
kepentingan rakyat, memang semua niatnya begitu. Tetapi terjemahannya bisa
berbeda dan itu lazim saja. Jika itu tidak memenuhi criteria ini membantu
rakyat, kami boleh menolak. Jadi tatkala kami menterjemahkan itu sangat membela
kepentingan rakyat, kami mendukung.
Apakah sikap Hanura
ini akan dipertahankan sampai 2014 nanti?
Itu merupakan prinsip dasar. Dari awal sudah saya katakan
bahwa kami sebenarnya tidak mengenal koalisi atau oposisi, tetapi kami
dipaksakan untuk masuk dalam situasi seperti itu. Maka ketimbang kami masuk
dalam satu “koalisi permanen” lebih baik kami memilih suatu opsi dimana koalisi
itu lebih didekati dari kebijakan. Itu akan kami pertahankan. PASTI…sampai
nanti pemerintahan selesai. Kalau mendukung mungkin istilahnya berkoalisi dan
kalau menolak istilahnya identik dengan beroposisi. Itu pilihan kami. Dengan
demikian Hanura akan terlihat oleh masyarakat, terutama kader kami diseluruh
Indonesia, bahwa kami konsisten. Apa yang kami lakukan adalah untuk kepentingan
rakyat, bukan untuk kepentingan-kepentingan koalisi yang bersifat permanen.
Koalisi permanen resikonya harus saling mendukung kebijakan dari pimpinan
koalisi.
Bagaimana tanggapan
bapak tentang survey-survey yang ada, terakhir LSI menempatkan Hanura pada
posisi ke 10 dengan angka 0,9 persen yang merupakan suatu penurunan tajam dari
perolehan suara Pemilu yang lalu waktu itu dengan mendapatkan suara 3,7 persen?
Menurut saya ini aneh. Pada saat menjelang PEMILU 2009, kami
belum lengkap, masalah organisasi belum lengkap, hanya punya waktu 3 tahun kita
harus melaksanakan verifikasi, membangun organisasi, belum sampai ke kecamatan,
namun sudah dapat 3,7 persen. Tiba-tiba sekarang sudah konsolidasi, sudah ada
sampai tingkat kecamatan, punya perwakilan di DPRD dan DPR seluruh Indonesi
sejumlah 917, yang lebih besar ketimbang Gerindra, PKB, dan PPP, tetapi kami
jumlahnya hanya segitu.
Untuk itu kami sudah melakukan sebuah eksperimen dengan
melakukan survey internal melalui lembaga penelitian dan pengembangan kami,
melalui metoda yang benar, system yang benar, mekanisme yang benar, ternyata
cukup jauh lebih besar, yaitu 11,92 persen.
Bagaimana Pak Wiranto
melihat perbedaan yang cukup jauh antara elektabilitas figur Ketua Umum Partai Hanura
dengan elektabilitas partai itu sendiri?
Investasi yang saya tanam untuk popularitas, memang jauh
lebih lama daripada Partai. Partai Hanura ini saya dirikan pada tahun 2006
usianya baru 5 tahun atau 6 tahun berjalan. Saya sendiri sejak tahun 1998,
boleh dikatakan setiap hari bisa muncul di telivisi. Dan sampai sekarang boleh
dikatakan ingatan public terhadap saya pada saat saya menjabat Menhankam/Pangab
itu masih cukup kuat. Pada saat saya berpindah profesi pun termasuk pada saat
saya mengikuti konvensi partai golkar, saya diuntungkan oleh popularitas saya.
Oleh karena itu sangat wajar, jika ada niatan partai Hanura untuk mendorong Pak
Wiranto mencalonkan diri sebagai calon Presiden, agar menarik popularitas,
elektabilias dari partai kearah figur sentral partai Hanura.
Bagaimana Pak Wiranto
melihat apa sebenarnya permasalahan yang ada di Setgab?
Sekarang kita berandai-andai. Seandainya awal pemerintahan
pak SBY yang kedua dengan perolehan suara yang luar biasa itu kemudian tidak membangun
koalisi pemerintahan yang seperti sekarang ini, tetapi membangun pemerintahan
dari tenaga professional. Sehingga justru berkoalisi dengan segmen yang memilih
beliau 60% itu dan melahirkan kebijakan-kebijakan yang pro pemilih itu. Nanti seandainya
ada tantangan yang luar biasa di DPR terhadap kebijakan pemerintah, maka
tinggal diadu masyarakat yang diwakili oleh pemerintah yang membuat
kebijakan-kebijakan yang bagus dengan partai yang menentang kebijakan itu,
sehingga lebih kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar