APBN untuk Rakyat versi Wiranto


Dalam menyusun belanja negara, saya memegang prinsip  bahwa kriteria utama untuk semua alokasi pengeluaran adalah sejahteranya masyarakat, penghapusan kesulitan hidup, dan pengutamaan kepentingan mayoritas yang lebih besar daripada kepentingan segolongan minoritas. Suatu pengorbanan atau kerugian pribadi dapat atau bahkan perlu dilakukan guna menyelamatkan pengorbanan atas kerugian umum.

Jika dihadapkan dengan kondisi permasalahan APBN yang lebih bersifat tambal sulam, saya berkeyakinan perlu adanya penegasan peran distributif dan alokasi dari APBN. Penegasan ini akan saya lakukan dengan memperbesar porsi anggaran yang diperuntukkan bagi rakyat, seperti anggaran untuk kesehatan dan pendidikan serta belanja social lainnya. Sehingga porsi anggaran belanja langsung bagi rakyat memiliki porsi yang lebih besar dari porsi belanja rutin. Peningkatan porsi ini adalah upaya mengembalikan fungsi APBN sebagai wahana pemerataan pendapatan dan pemenuhan hak dasar masyarakat. Peningkatan ini juga merupakan pemenuhan UUD yang diamanatkan bahwa negaralah yang berkewajiban menjamin seluruh kebutuhan hidup rakyatnya.

Di sisi lain, sebagai konsekuensi dari pembesaran belanja yang diperuntukkan bagi rakyat, pembelanjaan untuk birokrasi perlu dirampingkan dan ditinjau ulang, sehingga seseuai dengan asas-asas produktifitas dan efisiensi. Demikian pula porsi anggaran yang diperuntukkan bagi subsidi perlu ditijau secara komprehensifi, untuk mencapai keadilan dan tepat sasaran, sehingga penerimaan manfaat haruslah mereka yang benar benar berhak mendapatkannya.

Penataan organisasi birokrasi harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, perkembangan kebijakan pemerintah, dan dinamika administrasi publik. Pembenahan dan pembangunan kelembagaan yang terarah dan berorientasi pada kepentingan rakyat, akan member manfaat bagi masyarakat dan negara yang lebih adil dan rasional. Penataan organisasi birokrasi dengan pilar utamanya organisasi, proses bisnis, dan sumber daya manusia tersebut akan saya kaji ulang  secara seksama meliputi pemisahan, penggabungan, dan penajaman fungsi, serta modernisasi kelembagaan pemerintah terutama kementrian yang terkait langsung dengan kebijakan dan implementasi bidang ekonomi, seperti Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kementerian Luar Negeri.

Berdasarkan observasi saya, jumlah kementrian dan lembaga non-departemen seharusnya hanya berjumlah sebanyak-banyaknya 20 kementrian dan lembaga non-departemen, karena sebagian besar tugas dan fungsi pelayanan public sudah diserahknan kepada pemerintah daerah. Disamping itu sekitar 40 persen sampai dengan 50 persen pejabat kunci di kementerian-kementerian tersebut harus ditata ulang, bahkan diganti dengan pejabat yang memiliki kompetensi tinggi, tidak memiliki rekam jejak yang membudak pada kepentingan konspirasi internasional serta memiliki kepercayaan yang tinggi untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan yang strategis. Langkah ini akan menjadikan birokrasi lebih efektif, transparan, akuntabel, dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Pada gilirannya, pemerintah akan mampu meningkatkan kesejahteraan PNS berbasis merit system serta system pension PNS memberikan kesejahteraan yang lebih baik.

Sementara dari sisi pendapatan, saya berpendapat bahwa kemandirian sebuah negara tergantung kepada kesanggupan pemerintahnya mengumpulkan penerimaan dan mengatur pengeluaran serta mendistribusikannya secara merata guna memenuhi kebutuhan bersama. Dengan demikian, dalam mengelola keuangan negara , maka saya hanya akan menganggarkan pengeluaran bila ada penerimaan. Saya menghindari monopoli swasta, sikap boros, namun mendukung peningkatan penawaran total dan kesejahteraan ekonomi.

Saya berusaha menghindari utang. Kita terpaksa berhutang, jangka waktu yang ditetapkannya pendek dan tidak berbunga. Pengelolaan APB harus berbasis kemandirian. Untuk bisa melepaskan diri dari DEBT-TRAP (jebakan hutang), maka “BUDAYA” non-defisit anggaran harus ditegakkan. Pengeluaran harus disesuaikan dengan pemasukan. Jangan besar pasak daripada tiang.

Dikutip dari buku "Meretas Jalan baru Ekonomi Indonesia", tahun 2009 oleh Wiranto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar